MAKASSAR,Timuronline – Keterlibatan DPRD dalam pemerintahan daerah sangat sentral melalui tiga fungsi. Yang pertama tentu saja soal Legislasi, dimana DPRD Bersama Pemerintah Daerah membuat Peraturan Daerah (Perda).
Kedua soal Anggaran (Budgeting) atau menyetujui APBD dan menjadi alat control terhadap penentuan sumber pendapatan dan belanja daerah.
Serta yang ketiga adalah sisi Pengawasan (Controlling) yakni mengawasi kinerja eksekutif, pelaksanaan APBD, dan pelayanan publik), memastikan pemerintahan daerah transparan, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi rakyat sebagai mitra sejajar kepala daerah.

Di peran lain, tentu saja DPRD merupakan mitra sejajar dengan pemerintah daerah atau dalam kata lain DPRD adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang kedudukannya sejajar.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Di Kabupaten Luwu Timur misalnya, DPRD sebagai perpanjangan tangan masyarakat justru dibuat tak berdaya oleh Pemerintah Luwu Timur.
Berbagai kebijakan dan langkah yang diambil oleh pemerintah dibawah komando Irwan Bachri Syam sebagai Bupati Luwu Timur, justru tak melibatkan DPRD Luwu Timur.
Salah satu contohnya adalah persoalan sewa lahan milik pemerintah kepada pihak swasta dalam hal ini PT. Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) yang ingin berinvestasi di daerah berjuluk Bumi Batara Guru ini.
Harga sewa yang hanya Rp. 4,45 Miliar untuk lima tahun dianggap harga yang sangat murah. Beberapa anggota DPRD Luwu Timur pun mengakui bahwa DPRD sama sekali tidak tahu menahu dan tidak dilibatkan dalam penentuan harga sewa tersebut.
Persolan ini menjadi fokus pembicaraan di kalangan masyarakat dalam beberapa bulan terakhir ini. Bukan hanya itu, beberapa waktu lalu. Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Luwu Timur (AMLT) mendatangi kantor DPRD Luwu Timur untuk menyampaikan aspirasi mereka. Lagi-lagi, DPRD Luwu Timur tak mampu berbuat banyak.
Berbagai spekulasi pun bermunculan sekaitan dengan harga sewa lahan tersebut, mulai dari dugaan terjadinya konkalikong antara pemerintah dengan PT. IHIP hingga pembungkaman DPRD Luwu Timur sehingga tak mamu berbuat banyak
Masih dengan persoalan ini, DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Kamis (18/12/2025) akhirnya menggelar Rapar Dengar Pendapat (RDP) di Makassar yang menghadirkan PlH. Sekda Luwu Timur, Ramadhan Pirade serta unsur terkait, Manajemen PT. Vale Indonesia, beberapa anggota DPRD Luwu Timur, perwakilan AMLT, Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Pertanahan, Manajemen PT. IHIP serta beberapa pihak terkait lainnya.
Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid memimpin jalannya RDP. Dalam kesempatan itu Kadir Halid menyayangkan ketidakterlibatan DPRD Luwu Timur dalam sewa lahan Pemda ke PT. IHIP
Menurutnya keterlibatan DPRD atas Kerjasama pihak ketiga sangat diperlukan. Dia mencontohkan, DPRD Sulsel selalu terlibat dalam perkara seperti itu
“ Contoh kerjasama dengan pihak ketiga soal hotel Rindra, kerja sama soal Kebun Binatang di Benteng Somba Opu , semuanya melibatkan DPRD. Nah karena ini bersoal, maka kita kembalikan ke DPRD Luwu Timur. Mereka punya kewenangan itu sebagai fungsi pengawasannya. Saya tegaskan di Provinsi Sulawesi Selatan semua kerjasama dengan swasta harus melibatkan DPRD Sulsel,” Tegas Kadir
Ramadhan Pirade dalam bantahannya mengatakan ketidakterlibatan DPRD Luwu Timur dalam sewa lahan tersebut dikarenakan itu bukan Kerjasama pelepasan asset namun hanya sewa lahan
” Jadi tidak masalah tidak melibatkan DPRD,” kata Ramadhan.
Menjawab itu, Kadir Halid menegaskan jika dirinya sudah menjadi anggota DPRD Sulsel selama empat periode dan tidak pernah mendapatkan hal seperti itu.
” Pak Ramadhan saya empat periode di DPRD Provinsi ya, tidak ada satupun kerja sama dengan swasta di provinsi sulsel yang tidak melibatkan DPR ya,” Tegasnya
Anggota DPRD Sulsel, Esra Lamban juga angkat bicara.
” Soal sewa lahan ini sangat tidak masuk akal, masa investasi 200 Triliun uang masuk kedaerah hanya 4 Miliar, yang benar saja itu, tanah saya saja di Desa Harapan itu harganya Rp. 400 ribu permeter. Bahkan lebih jauh dari lahan kompensasi itu. Selain itu kenapa perjanjian sewa itu tidak melibatkan DPRD setempat. Itu salah,” Kata Esra.
Persoalan ini seakan menunjukkan jika DPRD Luwu Timur tak berdaya menghadapi kedigdayaan pemerintah. (*)
























