Oleh : Putu Gede Sudarsana, SKM,M.Kes (Dewan Penasehat DPK Peradah Luwu Timur)
Derasnya perubahan sosial dan gelombang digital yang kian tak terbendung, Globalisasi tak hanya membuka peluang tanpa batas, tetapi sekaligus menghadirkan tantangan yang tak ringan mencakup krisis nilai, polarisasi identitas, disinformasi, hingga kerentanan sosial-ekologis. Di tengah pusaran itu, pemuda Hindu memiliki peran yang tidak sekadar penting, melainkan strategis sebagai penjaga nilai, agen perubahan, sekaligus jembatan peradaban.
Pertama-tama, pemuda Hindu adalah penguat nilai dharma dan karakter bangsa. Di saat etika publik sering tergerus oleh pragmatisme, ajaran Panca Sradha, Tat Twam Asi, Tri Hita Karana, dan Vasudhaiva Kutumbakam menemukan relevansinya yang paling nyata. Nilai-nilai ini bukan hanya untuk dihafal dalam kitab suci, tetapi untuk dihidupkan dalam keluarga, ruang sosial, hingga jagat digital. Menghormati sesama, menjaga keseimbangan dengan alam, dan memandang dunia sebagai satu keluarga besar menjadi laku hidup yang menumbuhkan keadaban publik.

Di ranah kebangsaan yang majemuk, pemuda Hindu tampil sebagai agen moderasi beragama. Indonesia berdiri di atas keberagaman, dan di sanalah ujian toleransi sesungguhnya berlangsung. Pemuda Hindu dipanggil menjadi penjaga kerukunan, penangkal radikalisme, serta teladan dialog damai. Moderasi beragama bukan sikap pasif, melainkan keberanian untuk hadir, mendengar, dan merawat kebhinekaan dengan ketulusan.
Memasuki era digital, peran pemuda Hindu kian menentukan. Di Tahun 2025 ini menuntut generasi muda yang adaptif terhadap teknologi, tetapi tetap berakar pada dharma dan nilai luhur budaya. Ruang digital harus menjadi medan kebajikan, bukan ladang hoaks, ujaran kebencian, dan disinformasi. Literasi digital berbasis etika Hindu menjadi ikhtiar penting tak hanya cakap teknologi, namun santun nurani, cepat informasi, tetapi bijak dalam berbagi.
Selaras dengan Tri Hita Karana, pemuda Hindu juga menjadi penggerak sosial dan lingkungan. Aksi kemanusiaan, kepedulian terhadap alam, serta keterlibatan dalam penanggulangan bencana dan kegiatan sosial desa adalah wujud nyata spiritualitas yang membumi. Di tengah krisis iklim dan ketimpangan sosial, kepedulian bukan pilihan, melainkan panggilan zaman.
DI sektor ekonomi, pemuda Hindu berpeluang menjadi motor pemberdayaan umat. Inovasi UMKM berbasis kearifan lokal, pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata budaya, hingga kewirausahaan sosial adalah jalan untuk memadukan nilai, kreativitas, dan keberlanjutan. Ekonomi tidak semata mengejar laba, tetapi juga membawa manfaat sosial dan ekologis.
Lebih jauh, pemuda Hindu adalah kader kepemimpinan masa depan. Mereka dituntut siap memimpin organisasi, desa, dan daerah; menjadi mitra strategis pemerintah; serta menghadirkan integritas, etika, dan semangat pelayanan publik. Kepemimpinan yang berakar pada dharma bukanlah dominasi, melainkan pengabdian.
Akhirnya, pemuda Hindu memikul amanat sebagai penjaga budaya dan tradisi Hindu Nusantara. Seni, adat, dan ritual keagamaan perlu dirawat, dikemas secara kreatif, dan diwariskan secara inklusif kepada generasi berikutnya. Tradisi bukan beban masa lalu, melainkan sumber daya kultural untuk menjawab masa depan.
Di tengah perubahan sosial, digital, dan tantangan global, pemuda Hindu diharapkan tidak sekadar menjadi penonton zaman. Dengan dharma sebagai petunjuk arah , pemuda Hindu dapat melangkah mantap, merawat akar, menyapa dunia, dan memberi makna bagi Indonesia yang berkeadaban. *)
























