Timuronline – Polemik terkait harga sewa lahan oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur kepada PT. Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) masih terus diperbincangkan oleh masyarakat Luwu Timur terkhusus warga Desa Harapan Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Bukan tanpa alasan warga mempertanyakan harga yang dipersewakan oleh pemerintah dianggap sangat murah. Coba banyangkan, dari 394,5 Hektar lahan kompensasi dari PT. Vale Indonesia kepada Pemerintah Luwu Timur tersebut hanya seharga 4,45 Miliar untuk 5 tahun pemanfaatan lahan
Perusahaan sebesar PT. IHIP yang konon kabarnya didalamnya ada orang yang cukup berpengaruh di republik ini hanya menyewa lahan semurah itu ? Ini sungguh tidak masuk akal ? Demikian pertanyaan yang kerap kali terbersit dari warga

Coba kita hitung lagi harga sewa lahan kompensasi tersebut ( Sumber : MoU antara Pemerintah Luwu Timur dan PT. IHIP )
Harga sewa 394,5 Hektar selama 5 tahun
Total Harga sewa selama 5 Tahun : Rp. 4,45 Miliar
Harga sewa/Hektar/Tahun : Rp. 890.000.000
Harga sewa/Hektar/Bulan : Rp. 74.166.667
Harga sewa/Hektar/Hari : Rp. 2.437.021
Konversi Hektar ke Meter Persegi
394,5 Hektar = 3.945.000 Meter Persegi
Harga sewa/Tahun/Meterpersegi : Rp. 226
Harga sewa/Bulan/Meterpersegi : Rp. 19
Harga sewa/Hari/Meterpersegi : Rp. 0,6 ( Tidak sampai 1 Rupiah )
Dengan harga tidak sampai 1 rupiah/Hari/Meterpersegi, maka tentu sudah bisa dinilai bahwa harga sewa lahan tersebut sangat murah.
Hal itu salah satunya didasari pada perbedaan tarif sewa lahan warga kepada salah satu operator telekomunikasi di daerah itu.
Dimana tarif sewa yang dikenakan sebesar Rp 80 juta dengan jangka waktu 20 tahun di atas lahan hanya 25 m x 25 m. Itu artinya lahan seluas 25 m x 25 m disewa dengan tarif Rp 4 juta setiap tahunnya. Jika dirinci lebih dalam, maka tarif sewa lahan yang dikenakan adalah sebesar Rp. 6.400 per meternya setiap tahun. Bandingkan dengan tarif sewa lahan kompenasi yang diterapkan Pemkab Lutim kepada PT IHIP.
Pertanyaannya kemudian apakah harga sewa lahan kompensasi kepada PT. IHIP tersebut betul-betul demikian adanya.
Dalam aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Masyarakat Luwu Timur di Gedung DPRD Luwu Timur, Senin (20/10/2025), salah satu yang menjadi tuntutan adalah sewa lahan kompensasi tersebut. Warga bahkan mendesak DPRD Luwu Timur untuk segera berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit terhadap sewa lahan tersebut
” Harga sewa sungguh tak masuk akal. Jangankan perusahaan sekelas IHIP, orang pribadi juga bisa kok menyewa lahan dengan harga segitu. Ini harus dicari tau, apakah penetapan harga memang sudah sesuai aturan dan dilakukan secara transparan ataukah ada transaksi lain dalam artian transaksi “di bawah meja” yang tidak kita ketahui ?,” Ucap salah seorang warga dengan penuh tanya
Lantas bagaimana cara menentukan sewa lahan yang sesuai aturan
Penentuan sewa lahan melalui tim appraisal adalah proses penilaian nilai sewa lahan oleh penilai profesional atau tim appraisal independen. Proses ini melibatkan pengumpulan data, analisis faktor-faktor seperti lokasi dan kondisi fisik, serta menggunakan metode penilaian seperti pendekatan pasar, biaya, atau pendapatan untuk menentukan harga sewa yang wajar dan adil. Hasilnya adalah laporan yang berisi estimasi nilai sewa dan dasar perhitungannya, yang penting untuk transaksi sewa yang akurat dan transparan.
Tim appraisal pula dalam menentukan harga sewa lahan milik pemerintah melalui proses yang objektif dan transparan, berlandaskan pada nilai pasar wajar. Penilaian ini melibatkan analisis mendalam terhadap berbagai faktor yang memengaruhi nilai sewa tanah, serta mempertimbangkan jenis kegiatan usaha penyewa.
Secara umum, proses penilaian oleh tim appraisal dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Survei dan pengumpulan data
– Inspeksi lapangan: Tim akan memeriksa secara langsung kondisi fisik lahan, seperti topografi, bentuk, luas, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung yang tersedia.
– Data pembanding: Mengumpulkan data dari transaksi sewa lahan serupa (pembanding) yang terjadi di sekitar lokasi tanah pemerintah. Data ini mencakup harga sewa, waktu transaksi, dan karakteristik properti pembanding.
– Faktor penyesuaian: Data pembanding disesuaikan dengan berbagai faktor, seperti waktu transaksi, lokasi, kegunaan, fisik, dan sarana yang dimiliki lahan tersebut.
2. Analisis dengan metode penilaian
Tim appraisal akan menggunakan beberapa pendekatan untuk menghasilkan nilai sewa yang wajar:
Pendekatan pasar (perbandingan data pasar): Menilai lahan dengan membandingkannya dengan properti serupa yang telah disewakan di pasar terbuka. Penyesuaian dilakukan untuk setiap perbedaan antara properti pembanding dan lahan yang dinilai.
Pendekatan pendapatan: Digunakan untuk properti yang menghasilkan pendapatan, misalnya sewa lahan untuk kegiatan komersial. Metode ini mengonversi pendapatan bersih dari sewa lahan ke dalam estimasi nilai properti.
Pendekatan biaya: Sering kali tidak relevan untuk tanah kosong, tetapi bisa digunakan dalam kasus tertentu, seperti untuk menentukan biaya pengembangan tanah.
3. Perhitungan besaran sewa
Berdasarkan hasil analisis, tim appraisal akan menghitung besaran sewa, yang biasanya terdiri dari dua komponen utama:
Tarif pokok sewa: Berdasarkan hasil penilaian nilai tanah per meter persegi, lalu dikalikan dengan luas lahan yang disewakan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33 Tahun 2012 dan Peraturan BPK, perhitungan ini bisa menggunakan koefisien tertentu.
Faktor penyesuai sewa: Penyesuaian dilakukan berdasarkan jenis kegiatan usaha penyewa (bisnis, non-bisnis, atau sosial) dan periodesitas sewa (tahunan, bulanan, harian, atau jam). Besaran faktor ini akan memengaruhi tarif akhir.
4. Penyusunan laporan dan penetapan
Setelah semua analisis dan perhitungan selesai, tim appraisal menyusun laporan penilaian yang berisi kesimpulan mengenai nilai sewa yang wajar. Laporan ini kemudian akan menjadi dasar bagi instansi pemerintah yang berwenang, seperti DJKN atau pemerintah daerah, untuk menetapkan besaran sewa yang akan diberlakukan.
Dasar hukum dan pertimbangan lain:
Aturan yang berlaku: Penilaian ini harus sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti peraturan pemerintah tentang pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) atau Barang Milik Daerah (BMD).
Optimalisasi aset: Tujuan dari penilaian ini adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset negara, menghindari kerugian, dan memaksimalkan pendapatan bagi negara.
Prinsip competitive equilibrium: Proses penetapan sewa harus saling menguntungkan bagi pemerintah sebagai pemilik dan penyewa sebagai pihak ketiga. (*)
























