MAKASSAR,Timuronline – Ribut ribut soal Lahan PT Haji La Tunrung di Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur terkait informasi pengalihan lahan perkebunan sawit dan lahan basah yang masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) milik mulai terkuak.
Pasalnya pemilik HGU PT.Haji La Tunrung, Puan Abdillah saat dikonfirmasi dikantornya di Jalan Martadinata Makassar, kamis (24/05/18) kemarin, secara tegas mengatakan bahwa saham perusahannya telah dijual 100 persen kepada PT. Mandiri Palmera Agrindo bukan PT Bumi Maju Sawit (BMS) yang selama ini ramai berhembus.
” Empat HGU Milik PT Haji La Tunrung yang ada di wilayah Desa Pongkeru, Harapan, Wewangriu dan Desa Pasi-Pasi Kecamatan Malili yang luasnya kurang lebih 1.300 hektar, namun perusahan yang membeli sahamnya (PT. Mandiri Palmera Agrindo) hanya laksanakan operasional di lokasi dan nama perusahan PT.Haji La Tunrung tidak berganti dan yang berubah hanya pengurus dan pemegang saham, artinya di HGU tetap milik PT. Haji La Tunrung,” urai Puan Abdillah.
Perlu pula diketahui jika HGU Haji La Tunrung terdiri dari 4 perusahan yaitu. PT.Haji La Tunrung Cocoa Plantation yang luasnya kurang lebih 1000 hektar, PT.Haji La Tunrung Malili Shrimp, PT.Haji La Tunrung Udang Windu serta PT.Haji La Tunrung Udang Utama yang luasnya kurang lebih 300 hektar.
” 4 HGU yang sahamnya kami jual 100 persen kepada PT Mandiri Palmera Agrindo dan mengenai perijinan tetap atas perusahaan kami. Selain itu, kami 12 bersaudara juga memiliki kurang lebih 200 hektar lahan diluar HGU itu dan dilengkapi sertifikat yang diterbitkan oleh Agraria atau Badan pertanahan Nasional (BPN saat ini) . Tanah milik kami sekeluarga yang luasnya 200 hektar kami peroleh dari lokasi milik warga setempat, sembari memperlihatkan bukti penjualan warga kepada keluarga PT.H.Latunrung, ” Terangnya.
” Mengenai Informasi Pengalihan Lahan (Take over) ke PT BMS itu tidak benar, Posisi PT BMS hanya menjaminkan perusahan kami saat kami ajukan pengurusan kredit ke PT Bank Mandiri, nah salah satu persyaratan untuk perusahan perkebunan sawit untuk ajukan permintaan kredit harus memiliki pabrik. Sementara perusahan kami tidak memiliki pabrik jadi pihak BMS memberikan rekomendasi pabriknya kepada perusahan kami untuk jaminan pinjaman ke Bank Mandiri. Inilah posisi PT BMS sebenarnya,” Ungkapnya di hadapan Anggota DPRD Lutim, Najamuddin.
Saat ditanya mengenai pembayaran pajak ke Pemerintah Daerah, Dillah secara tegas mengatakan bahwa perusahan miliknya terahir menyetor pajak ke Pemerintah Daerah tahun 2015 yang lalu dan tahun selanjutnya (2016 -2018) merupakan kewajiban pemegang saham yaitu PT. Mandiri Palmera Agrindo.
” Kan bukan perusahan saya lagi yang kelolah lahan HGU kami jadi pajaknya merupakan tanggung jawab pengelolah sejak saham kami jual 100 persen,” Tambahnya lagi sembari menunjukan beberapa dokumen dan perjanjiannya dengan pemegang saham saat ini.
” Jika ada oknum yang mengklaim ataupun menuding PT. Haji La Tunrung terlantarkan Lahan sehingga ingin menduduki lahan tersebut yang masuk HGU dengan asumsi saya terlantarkan, itu tidak benar dan kami siap pertanggung jawabkan jika dituding terlantarkan lahan HGU kami, buktinya operasional perkebunan kami tetap jalan. Dan jika tidak puas silahkan gugat kami ke pengadilan, kami juga bisa menempuh jalur hukum jika lahan HGU kami diduduki ataupun diolah termasuk yang menjual tanpa seijin kami selaku pemengang HGU,” Kuncinya. (Redaksi)