- Laporan : Mda
Foto : Mendiang HD Mangemba
MAKASSAR, Timuronline – Mendiang Hamzah Daeng (HD) Mangemba memperoleh Anugerah Kebudayaan berupa Satya Lencana Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia tahun 2018 atas jasa-jasanya di bidang kebudayaan, khususnya di Sulawesi Selatan.
Seorang putri Sulawesi Selatan lainnya yang memperoleh penghargaan serupa, tetapi kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu adalah Lily Yulianti Farid, mantan wartawan Harian Kompas yang kini sebagai pegiat literasi.
M.Dahlan Abubakar, salah seorang narasumber pemberian Satya Lencana Kebudayaan bagi Mangemba menjelaskan, dia menerima pemberitahuan dari Kemendikbud, Senin (10/09/18) melalui whatsapp (WA) langsung kepada dirinya
” Penghargaan akan diserahkan kepada yang bersangkutan atau ahli waris atau yang mewakili 26 September 2018 di Plaza Insan Berprestasi Gedung A Lantai 1 Komp.Kemendikbud Jl. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta,’’ ujar Dahlan.
Pada tahun ini Kemendikbud menganugerahkan penghargaan kepada 51 sosok yang berjasa menerima Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan kepada Maestro Seni Tradisi (AKPM) tahun 2018. Berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Najamuddin Ramly, penghargaan Satya Lencana Kebudayaan selain diberikan kepada Mangemba juga diberikan kepada tujuh orang lainnya, yakni:Ashadi Siregar (Sumut), Josreph Rawi (NTT), ahli waris Alm Tubagus Oemay Martakusumah (Jabar), Sahidah (Kalbar), Abd.Ghoffar bin Aboe Dja’far yang akrab disapa Ebiet G.Ade (DKI Jakarta), But Mochtar (Jabar), dan ahli waris
Ida Bagus Njana (Bali). Terdapat tiga penerima penghargaan lainnya berkebangsaan asing, yakni William Liddle (AS) kategori perorangan asing, bersama Valerie Martano (Italia) dan Leo Suryadinata (Singapura).
Untuk pejabat publik, yang menerima anugerah ini adalah Bupati Wonosobo dan Wali Kota Tomohon dengan kartegori Pemerintah Daerah. HD Mangemba yang dilahirkan di Tinambung Polmas 26 Juni
1923 adalah pensiunan dosen Fakultas Sastra Unhas. Selama hidupnya, Mangemba banyak menulis dan berceramah tentang kebudayaan, khususnya nilai-nilai budaya suku Bugis-Makassar, Mandar dan Toraja. Bukunya yang terkenal ‘’Takutlah pada Orang Jujur’’ diterbitkan Lembaga Penerbitan Unhas bekerja sama dengan
Pustaka Pelajar Yiogyakarta (2002).
Mangemba termasuk salah seorang dari tiga dosen Unhas yang menolak perubahan nama Makassar ke Ujungpandang pada tahun 1971. Dua dosen lainnya adalah Prof. Andi Zainal Abidin Farid, dan Prof. Mattulada. Perjuangan mereka mengembalikan nama Makassar akhirnya berhasil pada akhir tahun 1999, di masa kepemimpinan H.B, Amiruddin Maula. Nama Makassar pun kembali digunakan untuk kota yang berjuluk ‘’Anging Mammiri’’ dan ‘’Koda Daeng’’ tersebut. Ketiganya meninggal dunia setelah nama
Makassar kembali digunakan. (Redaksi).