Ketua Dewan Pers : Baru 168 Media Daring Terdaftar

MAKASSAR,Timuronline – Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Prasetyo mengatakan di Indonesia saat ini terdapat 43.300 media daring (online), namun yang terdaftar di Dewan Pers baru 168 media.

” Ada satu daerah dengan penduduk 170 ribu jiwa tetapi memiliki sekitar 500 media daring.Bahkan satu orang memiliki 4 media daring. Wartawannya tidak ada dan hanya mengutip berita dari media lain,” kata Stanley, panggilan akrab Ketua Dewan Pers yang dilahirkan di Malang 20 Juni 1959 itu ketika membawakan materi “Kode Etik Jurnalistik dan Kompetensi Wartawan” di depan peserta Pendidikan Jurnalistik Dasar Penerbitan Kampus “Identitas” Universitas Hasanuddin di Kampus Akademi Koperasi (Amkop) Makassar, Sabtu (14/04/18).

Dipandu wartawan senior Sulsel, M.Dahlan Abubakar,  Stanley menegaskan, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) merupakan standar operasional jurnalis agar bertindak mana yang baik dan salah. KEJ menggambar kepentingan tiga aspek, yakni publik, narasumber, dan kerja professional.

” Dewan Pers jika ada laporan akan menilai suatu pemberitaan berdasarkan KEJ dan merekomendasikan sanksi kepada jurnalis kepada perusahaan pers dan organisasipers,” ujar Wakil Ketua dan Komisioner Komnas HAM 2007-2012 ini di depan peserta yang berasal dari Sulsel, Sulselbar, Sultra, dan Sulteng.

Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tersebut mengatakan, di tengah maraknya media daring saat ini, banyak wartawan yang hanya mengutip berita dari media lain. Ketika media yang meliput berita tersebut – jika terjadi kesalahan – sudah meralat, media yang mengutip pun tetap menganggapnya tidak ada yang perlu diperbaiki. Akibatnya, media seperti itu diproses Dewan Pers ketika ada yang menggugatnya.

Berbicara mengenai Kompetensi Wartawan, Stanley yang diakhir acaranya menerima cenderamata dari Ketua Ikatan Alumni “Identitas” Unhas, Prof. SM Noor yang didampingi pendiri AJI Makassar Upi Asmaradana, mengatakan, ujikompetensi mencakup tiga aspek yang harus dimiliki seorang wartawan professional, yakni kesadaran, pengetahuan atau wawasan, serta keterampilan.

Seorang wartawan, tegas Stanley yang sudah menulis 68 buku itu, harus memiliki 11 kompetensi kunci, yakni memahami dan menaati kode etik, mengidentifikasi masalah terkait yang memiliki nilai berita, membangun dan memelihara jejaring dan lobi, menguasai bahasa, mengumpulkan dan menganalisis informasi (fakta dan data) dan informasi bahan berita, menyajikan berita, menyunting berita, merancang rubric atau kanal halaman pemberitaan dan atau slot program pemberitaan, manajemen redaksi, menentukan kebijakan dan arah pemberitaan, dan menggunakan alat teknologi pemberitaan.

” Banyak wartawan jadi-jadian dan abal-abal yang mengatasnamakan diri wartawan. Mereka itu bernaung di bawah ratusan organisasi wartawan yang tidak jelas,’’ ujar Stanley sebelum terbang kembali ke Jakarta setelah menyampaikan materinya selama satu jam. (Redaksi)