Menu

Mode Gelap
Pemkab dan DPRD Lutim Studi Tiru ke Bogor Belajar Perda KLA Samakan Persepsi dan Sinkronisasi, DPK Lutim Gelar Rapat Simulasi Pengisian Pengawasan Kearsipan Melihat Peluang Timnas Indonesia Menju Babak 8 Besar Piala Asia 2024 : Hanya Butuh Hasil Seri Klasemen Sementara Piala Asia U-23 Tahun 2024 Kalahkan Australia, Timnas Indonesia U-23 Jaga Asa Lolos Fase Group Piala Asia BPBD Lutim Gelar Rapat Simulasi Kesiapsiagaan Bencana

ARTIKEL · 30 Jul 2018 00:55 WITA · Waktu Baca

Indonesia Hadapi Darurat Demografi


					Indonesia Hadapi Darurat Demografi Perbesar

  • Refleksi Hari Keluarga Nasional
    Oleh M.Dahlan Abubakar
    Pensiunan Dosen Unhas

Ada tiga masalah inti yang membuat saya menulis judul ini. Kesatu, Indonesia menghadapi masalah ‘’stunting’’ (pertumbuhan anak yang tidak normal – pendek – akibat gizi buruk). Kedua, tingginya persentase
pernikahan dini di Indonesia. Ketiga, datangnya masa bonus demografi.

Stunting

‘’World Health Organization’’ (WHO), Organisasi Kesehatan Dunia, merilis data, 20% dari seluruh bayi lima tahun (balita) dikategorikan
mengalami ‘’stunting’’. Di Indonesia, dari 23 juta balita, sebanyak 7,8 juta (35,6%) masuk kategori “stunting’’. Dari persentase tersebut, 18,5% sangat pendek dan 17,1% kategori pendek.

‘’Stunting’’ tertinggi ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah,16,6% dan Sumatera Utara 7,2%. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) angka “stunting” 35,6% ditargetkan diturunkan menjadi 28%. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan program 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Program ini pun masuk menjadi salah satu kegiatan yang dilaksanakan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan instansi terkait, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti). Khusus melalui Kemristekdikti, Universitas Hasanuddin telah mulai memprogramkan 1.000 HPK kepada para mahasiswanya beberapa tahun lalu.

Kementerian Kesehatan memang menggaungkan pentingnya pembentukan tumbuh kembang anak pada 1.000 hari pertama yang juga disebut sebagai masa periode emas. Seribu hari itu terdiri atas 270 hari
selama kehamilan dan 730 hari pada 2 tahun pertama kehidupan seorang anak. Pada masa ini nutrisi yang diterima oleh bayi saat dalam kandungan dan menerima ASI, memiliki dampak jangka panjang terhadap kehidupan
saat usia dewasa. Dokter Nelson Edwin Pratama, SpOG, RS Columbia Asia Pulomas Jakarta mengatakan, tidak sulit merencanakan mengonsumsi makanan sehat selama hamil. Ada 5 kelompok makanan yang kita ketahui, terdiri
atas: grain (biji-bijian), buah-buahan, sayuran, daging, dan susu. Kelimanya kadang disebut dengan 4 sehat 5 sempurna. Ada juga minyak dan lemak.

Sumber makanan yang diperlukan selama kehamilan berasal dari 5 kelompok makanan tersebut yang masing-masing memiliki peran dalam proses kehamilan. Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh wanita baik
yang merencanakan maupun dalam masa kehamilannya, kata Nelson Erwin Pratama, antara lain, asam folat, yakni salah satu dari vitamin B. Vitamin ini sangat penting dikonsumsi, baik dalam merencanakan kehamilan, maupun saat hamil.

Kebutuhan saat merencanakan kehamilan sebesar 400 mcg/hari 1 bulan sebelum kehamilan, saat hamil meningkat menjadi 600 mcg/hari dapat mencegah terjadinya ‘’neural tube defect’’ pada janin. ‘’Neural Tube Defect‘’(NTD) adalah cacat bawaan yang timbul akibat tidak sempurnanya penutupan “neural tube” (tabung saraf) selama pertumbuhan embrional. Agak sulit mendapatkan jumlah kadar asam folat melalui makanan saja, oleh karena
itu, sebaiknya perlu mengonsumsi asam folat melalui suplemen hamil.

Kebutuhan dasar lain bagi ibu hamil adalah zat besi merupakan substansi dalam sel darah merah yang berfungsi mengantarkan oksigen ke organ dan jaringan tubuh. Selama hamil, kebutuhan zat besi meningkat 2x
lipat. Zat besi ini berguna untuk meningkatkan volume darah supaya dapat mengangkut oksigen ke janin (secara difusi). Kebutuhan harian zat besi selama hamil ialah 27 mg/hari, yang bisa didapatkan melalui suplemen
hamil. Zat besi juga bisa didapat dari makanan sehari-hari misalnya daging merah, daging unggas, ikan, kacang hijau, bayam, dan sereal. Omega 3 dan DHA, juga termasuk sumber makanan ini sangat penting dalam perkembangan otak janin baik didalam kandungan hingga setelah lahir. Sumber makanan ini didapatkan dari ikan. Dengan mengkonsumsi ikan sebanyak 8-12 ons per minggu, maka kebutuhan zat ini dapat terpenuhi. Lemak dan minyak juga merupakan kebutuhan dasar bagi ibu hamil. Walaupun kelompok ini berada di luar 4 sehat 5 sempurna, komponen makanan ini sangat penting. Lemak merupakan salah satu bahan pembentuk janin dan plasenta sekaligus sebagai sumber energi. Lemak dan minyak yang dianjurkan ialah lemak yang berasal dari nabati, sementara yang berasal dari hewan dalam dikonsumsi sebaiknya sangat dibatasi.

Kalsium dan vitamin D sangat diperlukan dalam pembentukan tulang dan gigi janin. Vitamin D juga berfungsi menyehatkan kulit dan mata. Kebutuhan kalsium ibu hamil sebanyak 1000 mg/hari dan kebutuhan vitamin D sebanyak 600 IU/hari. Sumber kalsium dan vitamin D paling banyak berasal dari susu dan produk turunannya.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan paling kompleks yang mengandung zat gizi lengkap dan bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi. Maka dari itu sangat dianjutkan setelah melahirkan, penuhi hak anak untuk mendapatkan ASI eksklusif, minimal selama 6 bulan. Karena bayi yang berumur di bawah 6 bulan ASI merupakan makanan yang paling dianjurkan. Hal ini disebabkan sistem pencernaan bayi yang masih belum bisa menerima makanan lain.

‘’Tidak ada makanan lain yang kandungan gizinya sebaik ASI. Hebatnya lagi, ASI menyesuaikan dengan usia anak, termasuk jika anak lahir prematur, kualitas ASI-nya akan sesuai untuk bayi prematur. Dan sudah pasti, bayi yang mengonsumsi ASI tidak akan terkena infeksi,’’ kata Edwin Pratama.

Pernikahan Dini

Pernikahan dini termasuk salah satu ancaman pertumbuhan demografi di Indonesia. Menteri Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani melansir, angka pernikahan dini di
Indonesia sangat tinggi. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada tahun 2017, dari 34 provinsi di Indonesia, angka pernikahan dini ini 25% tersebar pada 23 provinsi. Itu berarti, 61% wilayah Indonesia (minus 11
provinsi) terjadi pernikahan dini. Yang sangat miris, angka pernikahan dini di Provinsi Maluku Utara
dan Riau masing-masing 34,41% dan 25,87%, Data BPS juga menunjukkan bahwa persentase perempuan pada usia 20-24 tahun yang pernah mengalami pernikahan pertama di bawah usia 18 tahun mencapai 67%.

Daerah-daerah dengan persentase tertinggi anak yang menikah di bawah usia 18 tahun berdasarkan data BPS itu urutan teratas, Kalimantan Selatan 39,53%, Kalimantan Tengah 39,21%, Kepulauan Bangka Belitung
37,19%, Sulawesi Barat 36,93%, Sulawesi Tenggara 36,74%, Kalimantan Barat 35,69%, Maluku Utara 34,41%, Kalimantan Utara 34,09%, Sulawesi Selatan 33,98%, dan Papua 33,50%. Jika merujuk pada pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan/1974, batas usia kawin anak perempuan 16 tahun masih eksis. Terlebih lagi, pemohon
korban perkawinan anak yang kini sedang meminta Mahkamah Konstitusi menguji pasal tersebut tidak diberikan kepastian kapan kelanjutan jadwal sidang pengujian undang-undang tersebut berlangsung hingga kini. Usia
kawin menurut ‘amanat’ program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), pria 25 tahun, dan wanita 21 tahun. Salah satu upaya BKKBN untuk mencegah pernikahan dini adalah
menggalakkan program Generasi Berencana (GenRe) di setiap daerah dengan melibat generasi muda.

Program KKBPK

Program KKBPK menjadi satu program unggulan dalam menangani dua permasalahan demografi yang saya sebutkan sebelumnya. Pasalnya, kedua program tersebut merupakan bagian terpenting di dalam kegiatan
KKBPK dalam upaya menciptakan keluarga bahagia dan sejahtera. Oleh sebab itu, program KKBPK harus melibatkan seluruh stakeholders secara lintas kementerian, bukan hanya urusan Kementerian Dalam Negeri karena
ada salah satu dirjen di sana dan Kementerian Kesehatan lantaran ada urusan dengan masalah kesehatan ibu dan anak. Persoalan yang dihadapi saat ini, program KKBPK sedang berusaha bangkit kembali setelah terpuruk akibat hempasan era reformasi yang menempatkan otonomi daerah di kabupaten/kota dan program KKBPK
kerap menjadi bagian agenda yang terpinggirkan dalam visi misi kandidat saat pilkada. Pada Oktober 2017, jumlah peserta KB aktif 35.585.000 peserta dari 47.285.810 pasangan usia subur (PUS). Pemerintah menargetkan akhir
tahun 2017 peserta KB aktif dapat menyentuh angka 37.556.901 peserta.

Bonus Demografi

Mungkin banyak pihak berhura-hura dengan hadirnya bonus demografi yang diperkirakan terjadi antara tahun 2020-2030, ketika penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun mencapai 70% dikategorikan
sebagai usia kerja dari total penduduk. Sisanya, 30%, merupakan bagian penduduk yang tidak produktif.
Penduduk Indonesia per Juli 2017 tercatat 262 juta dengan pertumbuhan 1,49% (4 juta) per tahun. Yang ironis ketika bonus demografi terjadi, dari 70% penduduk usia kerja itu, setiap orang yang bekerja akan
menanggung 0.46 orang yang tidak bekerja. Itu berarti 2 orang yang tidak bekerja akan ditanggung oleh 0,92 orang yang bekerja. Contoh nyata beban yang ditanggung orang yang bekerja terhadap yang tidak bekerja ini adalah seorang suami yang bekerja dengan istri yang mengurus dua anak. Ketiga orang ini dianggap tidak produktif, karena
hanya menggantungkan hidupnya pada seorang yang bekerja. Beban ketiganya itu beragam. Istri misalnya, memerlukan pakaian, pulsa, makanan, sementara anak, juga memerlukan pakaian, makanan, dan juga
mainan. Itu hanya keluarga dengan dua orang anak yang masih kecil-kecil. Bagaimana jadinya kalau keluarga itu memiliki lebih dari dua anak dan sampai pada usia pendidikan tinggi tetap menggantungkan hidupnya pada
seorang yang bekerja. Yang tentu saja, saat dia belajar mulai dari SMP hingga perguruan tinggi memerlukan tambahan kebutuhan, kendaraan lengkap dengan pendukungnya (bahan bakar dan sebagainya) secara rutin
dan periodik.

Solusi

Solusi dari ketiga permasalahan ini adalah tiga fundasi utama, yakni pendidikan, kesehatan, dan program pengendalian jumlah penduduk (KKBPK). Ketiga program ini saling melengkapi satu sama lain. Tidak ada
yang boleh berdiri sendiri. Pendidikan tidak ada gunanya jika orang-orang yang mengikuti pendidikan tidak sehat. Keduanya tidak akan maksimal jika tidak ada program pengendalian jumlah penduduk.
Kini yang paling penting, hendaknya setiap pihak memandang KKBPK itu sebagai program nasional, tidak hanya dalam balutan wacana belaka, tetapi justru yang penting dalam bentuk kegiatan nyata dan peran
aktif di lapangan. Jangan menjadikan program KKBPK hanya alat untuk kepentingan politik tertentu. Dan, ini nyata terlihat. (*).

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Stop ! Pesta Demokrasi Bukan Ajang Saling Hina

7 Februari 2024 - 09:50 WITA

Pemilu 2024

Dari Fasilitas Pembibitan, Vale Buktikan Komitmen Keberlanjutan

10 November 2023 - 19:33 WITA

Vale Indonesia

Vale Hadir Wujudkan Pemberdayaan Masyarakat Lokal

12 Oktober 2022 - 17:13 WITA

Vale Indonesia

Pentingnya Asas “Simbiosis Mutualisme” Polri – Pers Dalam Penyebarluasan Informasi

6 Juli 2022 - 10:17 WITA

Lomba Menulis Polda Sulsel

Obituari Hj. Andi Murlina Muallim, Panutan Kesederhanaan Istri Pejabat

20 Juli 2020 - 10:44 WITA

Trending di ARTIKEL