Cegah Stunting Dengan 1000 HPK

MAKASSAR,Timuronline – Guna mencegah dan menanggulangi stunting (anak bertubuh pendek karena kekurangan gizi) antara lain melalui program 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) perlu dilakukan penguatan program lebih disinergikan dan diselaraskan antara program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dengan program lain yang dijalankan oleh berbagai sektor dan institusi.

Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) BKKBN Sulsel selama dua hari (20-21 Maret 2018) di Hotel Clarion Makassar merumuskan, KB, tidak hanya dimaknai sebagai upaya pengendalian kelahiran semata, tetapI juga membangun kesadaran setiap keluarga agar memiliki dukungan sosial budaya, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang memadai agar kehidupan keluarga menjadi sejahtera.

Rakorda yang dihadiri 236 peserta tersebut bertujuan memantapkan sinergitas dan dukungan pemerintah Provinsi dan daerah serta mitra kerja dalam pengelolaan program KKBPK di Sulawesi Selatan untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat Sulawesi Selatan. Peserta Rakorda terdiri atas TNI/Polri, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan,Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan KB Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Bappeda Kab/Kota, Kepala BPM kab/Kota,Kepala OPD KB Kab/Kota,organisasi profesi, Pejabat Eselon III dan IV Perw. BKKBN Provinsi, serta mitra kerja terkait lainnya.

Kegiatan ini dibuka oleh Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Sulsel, Muhammada Firda, dan dihadiri Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Swasta BKKBN, Drg. Widwiono. Rakorda juga dirangkaikan dengan penandatanganan Kontrak Kinerja Program (KKP)KKBPK Tahun 2018 antara Perwakilan BKKBN Provinsi Sulsel dengan para Kepala OPD KB se-Sulsel.

Rakorda bertema “Penguatan Integrasi Program Lintas Sektor di Kampung KB Guna Mempercepat Terwujudnya Kualitas Sumber Daya Manusia” memberi pesan bahwa keberhasilan Program Kampung KB mensyaratkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

Peserta Rakorda juga merumuskan, BKKBN perlu melakukan sinkronisasi dan arah kebijakan antarmitra dalam melaksanakan program KKBPK sehingga pengentasan kemiskinan, yang merupakan salah satu sasaran utama dari program KKBPK dapat tercapai. Keberhasilan saat ini jangan hanya sebatas keberhasilan administrasi tapi lebih pada pengurangan jumlah keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan.

Kampung KB sebagai lokus pembangunan keluarga, perlu melakukan sinergitas dengan berbagai lintas sektor untuk mewujudkan tercapainya keluarga sejahtera. Peningkatan peran sekolah atau kampus serta dukungan keluarga dan masyarakat masih sangat dibutuhkan bagi peningkatan kualitas remaja melalui pelembagaan program generasi berencana (Genre).

Adanya perubahan lingkungan strategis didalam mencapai program KKBPK di antaranya dalam pengelolaan dan pendayagunaan SDM Lini lapangan, BKKBN perlu mempercepat penataan pengelolaan penyuluh KB guna meningkatkan profesionalitas penyuluh KB mengelola dan melaksanakan program KKBPK di lini lapangan.

Penyediaan dan pemanfaatan data kependudukan berbasis keluarga perlu dioptimalkan sebagai data basis dalam penggarapan program KKBPK. Optimalisasi pembangunan ketahanan keluarga guna meningkatkan kualitas keluarga yang memiliki balita, remaja, lansia melalui poktan-poktan dan peningkatan kesejahteraan keluarga melalui UPPKS juga program–program yang bersentuhan dengan remaja melalui PIK – R baik melalui jalur pendidikan maupun jalur masyarakat.
Kebijakan Money Follows Program harus menjadi acuan dalam integrasi program/kegiatan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor dan antarwaktu untuk menjamin keberlanjutan program dan anggaran.

Penganggaran Dana Alokasi husus (DAK) Fisik dan Biaya Operasional KB (BOKB) harus dapat secara optimal dimanfaatkan sehingga dapat berkontribusi terhadap sasaran strategis nasional Program KKBPK.

Penyediaan data yang akurat dan update mengenai program KKBPK melalui rumah dataku, diharapkan dapat terimplementasi di setiap kampung KB yang telah di bentuk di Sulawesi Selatan. Dalam pelayanan KB dan KR era SJSN Kesehatan perlu dilakukan penataan faskes termasuk jaringan dan jejaringnya karena masih adanya faskes yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan namun belum teregistrasi dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM) BKKBN. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan akses pelayanan KB dan sebagai persyaratan untuk mendapatkan distribusi alokon, sarana penunjang pelayanan kontrasepsi serta pelatihan teknis medis bagi tenaga kesehatan.

Kebijakan penyediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) saat ini tidak hanya untuk PUS prasejahtera dan KS 1 tetapi untuk memenuhi kebutuhan seluruh PUS JKN. Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) juga diperuntukan bagi seluruh PUS baik JKN maupun non-JKN.

Oleh sebab itu cakupan dan kualitas data terkait pelayanan dan alokon baik pada laporan pelayanan kontrasepsi (pelkon) maupun laporan pengendalian lapangan (Dallap) menjadi sangat penting diperhatikan karena sebagai sumber data perencanaan kebutuhan alokon selain berdasarkan target perkiraan permintaan masyarakat (PPM).
Guna memenuhi kebutuhan alokon bagi PUS, distribusi alokon tidak hanya sampai kepada fasilitas kesehatan (faskes) tetapi juga harus dipastikan tersedia di jaringan dan jejaring faskes dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada serta memperhatikan pencatatan dan pelaporannya.

Untuk meningkatkan cakupan peserta KB, BKKBN perlu mendorong penggunaan KB Metode kontrasepsi jangka Panjang (MKJP) mengingat capaian penggunaan MKJP masih di bawah rata-rata nasional serta dilakukan pembinaan pasca pelayanan untuk keberlangsungan penggunaan kontrasepsi yang melibatkan mitra kerja terkait.

Strategi advokasi dan KIE perlu dipertajam dalam meningkatkan perubahan pengetahuan,sikap dan perilaku masyarakat yang merujuk pada pesan/media berdasarkan kearifan lokal di setiap kabupaten kota se-Sulawesi selatan.

BKKBN dan semua pemangku kepentingan harus mampu menciptakan keluarga yang sejahtera yang jauh dari kemiskinan dan awal kesejahteraan keluarga adalah melalui pembinaan anak sejak dini dan jumlah anak dalam keluarga. (mda/red).