Oleh M.Dahlan Abubakar
Ketua IPKB Sulsel
Indonesia saat ini sedang bersiap-siap menyambut datangnya bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada gelombang pertama tahun 2034, berarti 16 tahun lagi. Saat ini, penduduk Indonesia berjumlah 265 juta dan menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, pada tahun 2045 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 321 juta.
“Dari jumlah itu, diperkirakan 209 juta jiwa termasuk usia produktif,” kata Bambang Brodjonegoro ketika berlangsung pertemuan Sensus Penduduk 2020 di Jakarta, Februari 2018 sebagaimana dilansir media daring. Usia produktif ini menurut Biro Pusat Statistik (BPS) adalah mereka yang berumur antara 15-64 tahun.
Jika kita melihat peta usia penduduk Indonesia tahun 2018 ini, yang berusia 15-19 yang disebut awal usia produktif mencapai angka 11.378.700 jiwa; usia 20-24 tahun: 11.097.100 jiwa; usia 25-29 tahun 10.630.700 jiwa; usia 30-34 tahun 10.270.300 jiwa; usia 35-39 tahun 10.017.500 jiwa; usia 40-44 tahun 9.594.100 jiwa; 45-49 tahun 8.718.100 jiwa; 50-54 tahun 7.489.900 jiwa; 55-59 tahun 6.120.900 jiwa; 60-64 tahun 4.688.900 jiwa (batas atas usia produktif) ; 65-69 tahun 3.141.500 jiwa; 70-74 tahun 1.938.900 jiwa dan 75 tahun ke atas mencapai 2.012.300 jiwa. (sumber: Katadata.co,id).
Salah satu cara untuk mengoptimalkan bonus demografi ini, kata Menteri/Kepala Bappenas hanya dapat dicapai dengan menjaga tingkat rasio fertilitas (angka kelahiran) menjadi 2,1. Yang patut diantisipasi adalah revolusi industri 4,0 dengan adanya digitalisasi akan berpengaruh kepada terjadinya pengurangan tenaga kerja manusia. Meskipun akan banyak tenaga kerja baru akibat revolusi industri tersebut, namun jumlahnya tidak sebanding dengan mereka yang terpaksa menganggur karena terbatasnya pengetahuan, terutama keterampilan menguasai informasi dan teknologi. GenRe
Berdasarkan data bahwa usia produktif dimulai pada umur 15 tahun, jelas yang disasar adalah para remaja. Remaja kita saat ini sangat rentan dengan pengaruh kehidupan manusia milenial yang dialamatkan kepada mereka yang masih remaja. Di kelompok remaja rentan dengan perilaku menyimpang, seperti sex bebas, pernikahan dini,
ketergantungan pada obat-obatan terlarang, dan bahaya AIDS. Melihat resistensi perilaku menyimpang tersebut, sudah pastilah kaum remaja kita membutuhkan perhatian kita semua. Mereka memerlukan pendampingan orang tua, masyarakat lingkungan, dan negaranya.
Bertolak belakang dari problem itulah, Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang merupakan representasi pemerintah yang bertanggung jawab menjalankan program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR).
“Program ini memfasilitasi remaja agar belajar memahami dan mempraktikkan perilaku hidup sehat dan berakhlak untuk mencapai ketahanan remaja sebagai dasar mewujudkan Generasi Berencana (GenRe),” tulis Tubagus Encep di media daring.
GenRe merupakan salah satu mitra BKKBN untuk mempersiapkan para remaja berperan penting dalam Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Oleh sebab itu, GenRe juga mencakup Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja dengan sasaran remaja dan mahasiswa dan juga Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) dengan sasaran keluarga.
Ruang lingkup PIK Remaja jelas bergerak di lingkungan sekolah, yakni Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K) dan perguruan tinggi. Sedangkan yang berkaitan dengan remaja yang di luar lembaga pendidikan, yakni yang ada di lingkungan keluarga, itulah yang merupakan bidang yang disasar BKR.
Untuk menyemangati mereka yang tergabung dalam PIK Remaja dan BKR ini, BKKBN pun merancang ajang kompetisi, tingkat provinsi hingga ke tingkat nasional. Berbagai jenis lomba disiapkan buat mereka
yang berkaitan dengan inovasi kegiatan yang berhubungan dengan program KKBPK. Penghargaan yang diberikan kepada mereka itu biasanya diserahkan pada saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang dilaksanakan secara bergilir di berbagai provinsi. Bahkan, para juara GenRe tingkat provinsi dikompetisikan pada saat Harganas tersebut.
Bahkan dapat dikatakan, Harganas merupakan “pesta” bagi para GenRe untuk menampilkan kemampuan mereka.
BKKBN memberi perhatian besar terhadap kelompok GenRe ini karena memahami benar peran mereka ikut menyukseskan program KKBPK, khususnya menunda usia nikah, mencegah terjadinya pernikahan dini, dan memberi pemahaman akan pentingnya program KKBPK. Program GenRe ini juga mengacu dan merujuk pada 8 fungsi
keluarga, yakni fungsi agama (pemberian nilai-nilai religi yang baik sebagai bekal hidup); fungsi budaya (hidup sebagai mahluk sosial dalam bentuk interaksi yang baik antara satu sama lainnya); fungsi cinta kasih sayang (
yang diberikan orangtua kepada anak tidak hanya belajar menyayangi, tetapi menghargai orang lain); fungsi perlindungan (menjadi keluarga sebagai tempat berlindung guna menemukan rasa aman dan nyaman);
fungsi reproduksi (remaja agar memahami fungsi reproduksi secara sehat dan benar melalui pernikahan yang sah dan teguh dalam menjaga kesucian reproduksi hingga menikah); fungsi sosialisasi dan pendidikan
(memberikan pemahaman kepada remaja akan pentingnya hidup bersosialisasi yang baik dan benar); fungsi ekonomi (pentingnya keluarga memberikan pemahaman akan pentingnya mencari sumber pendapatan
yang baik dan menggunakannya melalui kehidupan berhemat dan menabung); dan fungsi lingkungan (keluarga hendaknya dapat mengaktualisasikan diri dengan bersikap bersih dan disiplin).
Jika remaja kita mengamalkan delapan fungsi keluarga dan posisinya dalam program KKBPK melalui GenRe, tidak keliru jika kita mengatakan GenRe dapat memosisikan diri sebagai ujung tombak penyuksesan program ini. (*).